Mengenal Sosok Fernandes Simangunsong Guru Besar Termuda STPDN/IPDN

BABABE, PKRI-CYBER) Untuk meraih Jabatan Akademik Tertinggi Profesor sungguh tidaklah mudah, Selain membutuhkan waktu yang lama, juga harus melalui Sidang Khusus untuk pengecekan semua riwayat hidup, kepangkatan kepegawaiannya “apakah rancu atau tidak” dan semua riwayat pekerjaan serta perjalanan hidupnya sebagai dosen apakah pernah keluar menjadi pejabat struktural lalu masuk kembali ke Fungsional, serta pengecekan seluruh dokumen dan hasil komunikasi untuk semua proses publikasi jurnal internasional terkhusus jurnal terindeks SCOPUS, apakah mengunakan email sendiri atau via orang lain dan juga mengecek Kepatutan Waktu Publikasi dalam satu tahun untuk semua buku-buku hasil karya ilmiah dari calon guru besar.

(Doc: Berkas Kenangan Fernandes Simangunsong Saat Untuk Audiensi di Surabaya)

Kenangan Audiensi di Surabaya tak akan pernah dilupakan oleh Profesor Muda Fernandes Simangunsong, dimana ada 3 (tiga) ruangan yang disiapkan oleh Kementerian dikti untuk menguji semua calon Guru Besar baik calon guru besar reguler ataupun calon guru besar khusus yang akan loncat jabatan dari lektor langsung ke Guru Besar atau juga yang akan loncat jabatan dari Asisten Ahli langsung ke Lektor kepala.

(Doc: Fernandes Simangunsong saat di Bandara Husein Sastranegara bersama Sang Guru Profesor Sadu Wasistiono mewakili Rektor IPDN untuk menghadiri Panggilan Dikti Audiensi di Surabaya)
Pada saat itu, Profesor Muda Fernandes Simangunsong ditemani oleh Profesor Sadu Wasistiono (Ketua Senat Guru Besar) dan Doktor Detty Mulyati (Warek I), sudah menyiapkan semua dokumennya dalam 2 (dua) tas yaitu 1 (satu) tas koper berisi semua buku dan jurnal-jurnal serta bukti komunikasi email yang sudah diprint ulang serta dijilid rapi, dan yang 1 (satu) tas lagi berisi laptop yang akan menunjukkan secara khusus untuk hasil publikasi calon guru besar, begitu juga Publikasi Online Di Resipatory STPDN/IPDN dan yang lebih berat lagi Publikasi Online Hasil Review terhadap jurnal yang sudah diterbitkan oleh calon guru besar dari dosen senior baik dari dalam kampus STPDN/IPDN ataupun bisa juga dari kampus luar.

Fernandes Simangunsong hari itu diuji oleh 3 (tiga) Guru Besar yang berasal dari Kampus Airlangga, Kampus Universitas Negeri Surabaya dan Universitas Pendidikan Indonesia, dan hasilnya “Fernandes Simangunsong harus berjuang 1 (satu) tahun lagi karena harus bisa mempublikasikan 1 (satu) paper lagi pada jurnal internasional yang terindeks scopus, dan harus Q2 atau minimal Q3 dengan point indeks 0,15 dan harus diterbitkan oleh perguruan tinggi dan juga open accses serta harus berusaha dipublikasi ke jurnal yang tidak berbayar, dan juga harus direview oleh Guru Besar yang linier yang juga telah memiliki publikasi di jurnal internasional”.

Perjuangan Panjang Profesor Fernandes Simangunsong sejak tahun 2013 diusia kurang dari 37 tahun, akhirnya tercapai juga setelah mendapatkan Surat Keputusan Penetapan Angka Kredit (PAK) dengan Nomor 707/D.2.1/KK.01.00/GB/2019 tentang Masa Penilaian Pengajuan Guru Besar Fernandes Simangunsong dari tanggal 01 Oktober 2010 sampai dengan 30 Novermber 2019, dan dikuatkan dengan SK dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 152716/MPK/KP/2019 tentang kenaikan jabatan akademik/fungsional dosen dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang ditandatangani oleh Mendikbud Yang Baru Yaitu Bapak Nadiem Anwar Makarim tertanggal 26 Desember 2019 dimana dalam SK tersebut Fernandes Simangunsong dinyatakan telah memenuhi syarat berdasarkan penetapan angka kredit sebesar 922 dari Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi untuk diberikan kenaikan jabatan sebagai Guru Besar dalam usia 42 tahun dan kenaikan pangkat dari Golongan IV/a hingga ke IV/d, untuk selanjutnya dalam rangka evaluasi kinerja sebagai seorang Guru Besar, maka Profesor Fernandes Simangunsong disetujui hanya sampai Gol IV/d dulu dan dapat mengajukan PAK (Penghitungan Angka Kredit) untuk kenaikan pangkat ke IV/e, setelah 2 (dua) tahun kenaikan pangkat pertama dari IV/a ke IV/b.

(Doc: Bapak dan Ibu dari Profesor Muda Fernandes Simangunsong)
Fernandes Simangunsong adalah anak pertama dari keluarga yang sederhana yaitu Bapak St. P.M. Simangunsong dan Ibu J.R. Silitonga. Sejak Kecil, Fernandes Simangunsong bersama ketiga adiknya dididik keras untuk takut akan Tuhan dan sayang akan Budaya Batak, hal inilah yang menjadi modal dasar keberhasilannya mengantarkan beliau sampai di sekolah pamong praja. Fernandes Simangunsong lahir pada tanggal 4 Maret 1977 dan sebelum studi lanjut ke Bandung, Fernandes Simangunsong dibesarkan di Kota Jambi tepatnya di Kelurahan Payo Selincah Kota Jambi.

Proses Pendidikan Profesor Muda Fernandes Simangunsong dimulai dari TK dan SD Nasional Sariputra, dimana Sekolah Nasional Sariputra adalah Sekolah yang dikelola oleh Yayasan Agama Budha dan mayoritas muridnya adalah orang Tionghoa, dan ini pula yang mengajarkan begitu Kuatnya Nilai Toleransi yang dipegang oleh Profesor Muda Fernandes Simangunsong, karena hidup sehari-hari bertetangga dengan mayoritas orang Jawa yang nota bene Muslim, namun Fernandes Simangunsong sekolahnya di Yayasan yang dikelola oleh Agama Budha. Fernandes kecil hidup di Kelurahan Payo Selincah yang dulu dikenal orang sebagai kelurahan yang paling terpencil dan lebih cocok menjadi desa, serta dianggap sebelah mata oleh Masyarakat yang ada di Kota Jambi sehingga mereka menjuluki “Payo Selincah Sebagai tempat Jin Buang Anak”.

Setelah tahun 1989, Fernandes kecil tamat dari SD Nasional Sariputra dan dengan bermodalkan NEM EBTANAS terbaik, berani mendaftarkan diri dan melanjutkan studinya ke SMP Negeri 1 Jambi yang kebetulan saat itu menjadi sekolah terfavorit dan sekolah teladan di Provinsi Jambi. Dikarenakan prestasinya dan alasan orang tuanya dari keluarga yang kurang mampu, Fernandes Simangunsong bersama 7 (tujuh) orang temannya mendapatkan Beasiswa YKAI (Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia) yang dikelola oleh Ibu Negara-Ibu Tien Soeharto, beasiswa itu diserahkan langsung oleh Ibu Tien Soeharto di Sebuah Desa Sebapo Kabupaten Batang Hari.

Setelah Tamat SMP Negeri 1 Jambi, Fernandes Simangunsong tidak melanjutkan ke SMA 1, SMA 3 atau SMA 5 Kota Jambi yang pada masa itu menjadi sekolah Favorite dan dipilih oleh teman-temannya alumni SMP 1 Jambi, melainkan masuk ke SMA 2 Jambi dikarenakan jaraknya sangat dekat dari rumahnya, karena selama ini sejak dari SD sampai SMA, untuk mengurangi beratnya biaya pendidikan, Fernandes Simangunsong setiap harinya ke sekolah menggunakan sepeda. Pada saat di SMA, kegiatan Fernandes Simangunsong lebih terfokus kepada kegiatan-kegiatan untuk mengejar nilai yang terbaik agar bisa masuk ke Perguruan Tinggi Negeri baik melalui “jalur undangan atau PMDK/UMPTN”, Setiap Hari Senin, Rabu Dan Jumat, Fernandes Simangunsong Ikut Bimbingan Belajar, Dan Hari Selasa, Kamis Dan Sabtu Mengikuti Les Bahasa Inggris, Dan Setiap Hari Minggu Sore Baru Mengikuti Olah Raga Karate.

(Doc: Fernandes Simangunsong Bersama Saudara-Saudara Satu Kontingennya Pada Saat Akan Berangkat Pantohir Di STPDN Jatinangor)

Pada tahun 1995, setelah Tamat SMA Negeri 2 Jambi, Fernandes Simangunsong diterima sebagai mahasiswa undangan di USU dan UNSRI Namun, dikarena kondisi ekonomi keluarga yang kurang mampu, maka tawaran dari UNJA di Fakultas Pertanian yang beliau ambil karena Kampus UNJA ada di Kota Jambi. Tanpa sepengetahuan kedua orang tua, Fernandes Simangunsong juga ikut mencoba mengikuti tes di Dua Sekolah Kedinasan (PTK) Yaitu Sekolah Perhubungan Dan Sekolah Pamong Praja.

(Doc: Fernandes Simangunsong Bersama Kakak Asuh Angkatan 06
(Valenti De Fatima-Kontingen Timor Timur)

Puji Tuhan, lebih dari 300 orang peserta yang ikut tes, hanya 8 (delapan) orang yang lulus untuk ikut Pantohir di Jatinangor dan Fernandes Simangunsong menduduki urutan pertama. Rangking atau urutan satu yang Tuhan berikan buat Fernandes Simangunsong adalah Jawaban dan Pertolongan dari Tuhan untuk usaha yang dilakukan selama ini. Tidak ada yang sia-sia, karena Usaha Dan Doa Yang Luar Biasa Akan Menghasilkan Berkat Yang Luar Biasa Pula.

(Doc: Fernandes Simangunsong Saat Menjadi Kepala Dinas Olah Raga (Pembinaan Jasmani)

Kondisi Orang Tua Yang Sederhana dan Cita-cita ingin sekolah di Pulau Jawa menjadi kedua hal yang menyemangati Fernandes Simangunsong agar tetap bisa bertahan mengikuti pendidikan di STPDN/IPDN yang pada masa itu terkenal sangat keras sekali. Pada masa pendidikan, Fernandes Simangunsong juga Memecahkan Rekor Pertama bagi Kontingen Jambi karena dari angkatan pertama hingga angkatan keenam, belum ada satupun Praja Dari Kontingen Jambi yang masuk pada posisi strategis yang duduk di Meja Fungsionaris (Senat Mahasiswa) yang memimpin semua kegiatan dan aktivitas Praja selama Pendidikan, saat itu, Fernandes Simangunsong dipercaya untuk menjadi Kepala Dinas Binjas (Pembinaan Jasmani) atau Olah Raga. Banyak julukan yang diberikan junior kepada Fernandes Simangunsong pada saat menjabat yaitu “Setan Simpang, Malaikat Tangga Seribu, dan Hantu Pagi”, namun kesan yang tak akan pernah dilupakan pada masa Fernandes Simangunsong Menjabat adalah saat beliau ditunjuk oleh Kadis BINJAS 06 (Mas Eko Prabowo) untuk menjadi Ketua Pelaksana Kegiatan PORSIPRA (Pekan Olah Raga Dan Seni Praja) Untuk Kali Pertama dan sekaligus merancang Pin Binjas serta Kaos Baru Warna Putih Bagi Korps Binjas (Pembinaan Jasmani).

(Doc: Fernandes Simangunsong Saat Wisuda Diploma Empat Tahun 1995)

Setelah tamat dari STPDN/IPDN tahun 1999, Fernandes Simangunsong mengawali tugasnya di Kabupaten Kerinci-Provinsi Jambi, namun baru 1 (satu) minggu bertugas, mendadak ada surat panggilan dari Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Memanggil Purna Praja Terbaik Dari Angkatan 07 untuk membantu STPDN/IPDN bertugas menjadi Pengasuh, dan diawal tahun 2000, tepatnya 2 Januari 2000, Fernandes Simangunsong menerima SK Terpisah untuk dilantik sebagai Pengasuh di STPDN/IPDN karena sudah terlambat dibandingkan teman-teman lainnya yang sudah lebih dulu tiba di STPDN/IPDN untuk menjadi Pengasuh. Perjuangan menjadi pengasuh ini menjadi tonggak awal untuk mengantarkan Fernandes Simangunsong bertugas dan berkarier di STPDN/IPDN. Kenangan yang tak akan terlupakan oleh Praja saat menjadi Pengasuh adalah “Sejarah Pertama Pengasuh STPDN/IPDN Bisa Membawa Paduan Suara dan Marching Band STPDN/IPDN Untuk Mengisi Acara Natal Nasional di Hadapan Presiden dan Jajaran Menteri Pada tahun 2001, Pada saat Menghadap Ketua Natal Nasional Yaitu Bapak Menteri PAN TB. Silalahi, Fernandes Simangunsong bekerjasama dengan Pamong Pengasuh Hapri Tarigan mempersiapkan team Paduan Suara dan Marching Band”.

(Doc: Fernandes Simangunsong Saat Menjadi Pamong Pengasuh-Khususnya Angkatan 11)

Aturan dari STPDN/IPDN dan Kementerian Dalam Negeri pada waktu itu sangat-sangat ketat dimana, Pengasuh wajib mengabdi selama 2 (dua) tahun baru diijinkan untuk ikut ijin belajar atau tugas belajar dan setelah itu Harus Menjadi Pelatih Dulu Baru Bisa Ikut Tes Dosen Untuk Selanjutnya Menjadi Asisten Dosen. Dari awal tahun 2000 sd tahun 2002, Fernandes Simangunsong menjadi Pengasuh, beliau betul-betul menjadi pengasuh khususnya bagi angkatan 11 yang mana beliau mengantarkan penuh angkatan 11 dari muda praja hingga menjadi purna praja, dan angkatan 11 menjuluki Fernandes Simangunsong dengan sebutan “Batosai”.

(Doc: Kelulusan Fernandes Simangunsong Pada Saat S2 MAPD-STPDN)

Setelah waktu pengabdian 2 (dua) tahun berjalan maka Fernandes Simangunsong memberanikan diri untuk ikut banyak tes di beberapa kampus agar bisa melanjutkan pendidikannya ke Starta S2, namun akhirnya beliau masuk dan mengikuti kuliah di Program Magister (S2) MAPD Sebagai Angkatan Pertama dan menjadi Lulusan Pertama Dari Semua Pengasuh 07 yang juga kuliah di MAPD pada saat itu.

(Doc: Surat Pemberitahuan Kelulusan Fernandes Simangunsong Saat Mengikuti Tes Dosen)

Perjuangan untuk lulus S2 ini menjadi cerita yang indah dan tidak akan pernah terlupakan karena disitulah awalnya perjumpaan dengan sang pujaan hati yang saat ini menjadi istri tercinta yaitu Dr. Imelda Hutasoit, S.Kep, M.Kes, AIFO, M.A yang saat itu sedang studi lanjut dari Diploma III Keperawatan Boromeus ke Strata 1 (satu) Program Studi Ilmu Keperawatan-Fakutas Kedokteran Umum (PSIK-FKU) di UNPAD, dan pada saat itu juga Fernandes Simangunsong dinyatakan lulus tes dosen STPDN/IPDN dimana pada saat tes tersebut banyak senior yang sudah S2 dan S3 yang beliau hadapi. Tes tersebut diadakan dalam rangka regenerasi untuk menghadapi krisis dosen.

(Doc: Foto Prosesi Pernikahan Fernandes Simangunsong dengan Imelda Hutasoit)

Peristiwa Lulus S2 dari MAPD-STPDN tidak akan pernah terlupakan oleh Ayah dari Chrysanta Hizkiana Simangunsong, Yehezkiel Austincamry Simangunsong dan Jeremias Shalomoses Simangunsong, karena pada saat itu Fernandes Simangunsong dan Imelda Hutasoit harus merelakan “Motor Cinta” yang baru dibeli dan harus dipindah tangankan dari mereka ke Guru Tersayang Almarhum Prof. Dr. Lexi Giroth (Asdir III MAPD) yang pada saat itu sedih melihat Fernandes Simangunsong terduduk di ruang tunggu MAPD karena tidak diijinkan untuk ujian Tesis sebelum membayar SPP, sehingga Profesor Lexi bersedia membantu Fernandes Simangunsong agar bisa ikut ujian S2 dan diwisuda dengan Cara Membeli Motor Merek “Legenda-Honda” Yang Mereka Miliki, “Terima Kasih Banyak Guruku, Doa Tertinggi Kami Panjatkan Selalu Agar Beliau Tenang Dan Damai Disana Bersama Para Kudus Dan Akan Selalu Kami Kenang Semua Kebaikan Dan Keramahtamaanmu ”.

(Doc: Foto Keluarga Besar Profesor Muda Fernandes Simangunsong)

Setelah lulus S2 dan menjadi asisten dosen dari awal tahun 2002, dan setelah 4 tahun berjalan, barulah pengajuan Fungsional Fernandes Simangunsong ke Asisten Ahli dapat disetujui dan dapat dirapat senatkan oleh Senat STPDN, dan itupun karena sudah dibantu oleh kedua Dosen Fernandes Simangunsong yaitu Prof. Dr. Inu Kencana Syafie dan Dr. Sarjiman. Namun begitu, meskipun sudah syah dan keluar SK dosen dengan jabatan Asisten Ahli, Fernandes Simangunsong pada waktu itu Belum Boleh Memiliki Kelas Sendiri Dan Yang Paling Parah Lagi Tidak Boleh Membimbing Atau Menguji Wasana Praja Kalau Belum Menduduki Jabatan Lektor. Kondisi itu membuat Fernandes Simangunsong merasa sakit hati, sedih dan ingin memberontak karena Almamater dan pejabat STPDN/IPDN sendiri pada waktu itu tidak mengakui kemampuan lulusannya. Karena kondisi tersebut, Fernandes Simangunsong akhirnya banyak belajar dan bertanya serta diskusi kepada Para Dosen Senior yang jam terbangnya tinggi, sehingga hasil pembelajaran tersebut membuat Fernandes Simangunsong untuk mengejar jabatan lektor tidak membutuhkan waktu yang lama, dimana kurang dari 2 (dua) tahun, Fernandes Simangunsong bisa mendapat kenaikan jabatan fungsional dari Asisten Ahli ke Lektor dan menjadi dosen termuda hampir kurang 9 (sembilan) tahun pasca digabungnya STPDN dan IIP menjadi IPDN.

Setelah menjadi lektor, Fernandes Simangunsong akhirnya memiliki kelas sendiri dan diijinkan untuk memiliki anak bimbingan dan menguji pada saat ujian konfrehensi wasana praja. Kondisi ini mengantarkan Fernandes Simangunsong semakin melejit dan banyak undangan sebagai pembicara dimana-mana dan juga menjadi konsultan yang langsung ditujukan STPDN/IPDN atau di Kelola kawan-kawan konsultan dibawah bendera INKINDO (Ikatan Konsultan Indonesia).

Keinginan Fernandes Simangunsong untuk melanjutkan studinya ke Jenjang S3 semakin keras, namun banyak tes yang sudah diikuti tetapi selalu Terkendala Dengan Akreditasi Dan Ketidakpercayaan Kampus Luar Terhadap Lulusan Yang Dikeluarkan Oleh Kampus STPDN/IPDN, sehingga untuk menjaga-jaga kedepannya dan juga untuk mengamankan administrasi pengajuan S3nya, maka Fernandes Simangunsong kembali mengambil S1 (Strata 1) di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi-Lembaga Administrasi Negara (STIALAN), dan setelah lulus dari STIA-LAN, Fernandes Simangunsong akhirnya kembali memberanikan diri untuk mendaftar ke Program Doktor (S3) Universitas Padjajaran, dan hasil ujian memutuskan bahwa Fernandes Simangunsong diterima di Program Reguler Angkatan Pertama Program Doktor (S3) Ilmu Pemerintahan, kenapa disebut angkatan pertama, karena selama ini Ilmu Pemerintahan di UNPAD hanya memiliki Program Eksekutif baik yang buka kelas IIP Cilandak, maupun kelas Dipati Ukur, namun dalam perjalanannya, kelas kerjasama di IIP Cilandak tutup, maka dibukalah kelas Reguler Angkatan Pertama pada tahun 2009

(Doc: Foto Satu Angkatan S3 Fernandes Simangunsong)

Dari 5 (lima) orang kawan yang satu angkatan pada saat S3, Fernandes Simangunsong menjadi Lulusan Yang Paling Terakhir, dan hampir 5 (Lima) tahun beliau menyelesaikan pendidikannya. Sambil sekolah, Fernandes Simangunsong juga harus mencari uang untuk SPP selama pendidikan serta harus juga memenuhi kebutuhan keluarganya agar anak-anak tidak tertinggal dalam pendidikannya. Pertanyaan Kenapa Fernandes Simangunsong bisa terlambat 1 tahun dari teman-teman angkatannya? Jawabannya adalah Fernandes Simangunsong yang memang total ingin mengabdikan dirinya menjadi Guru dan Konsultan dan selalu berusaha untuk menolak jabatan, mendadak diperintahan untuk menerima tugas tambahan yang juga membuat Fernandes Simangunsong harus berpisah dengan keluarga serta terganggu pendidikannya karena diberikan jabatan sebagai Asisten Direktur III pada saat Persiapan Kampus STPDN/IPDN di Makasar-Sulsel. Pada saat itu terasa sangat berat sekali Fernandes Simangunsong melewati masa studi, Namun Berkat Tuhan Begitu Besar, Meskipun Susah Dalam Biaya Studi, Ternyata Tuhan Memberikan Banyak Tangan-Tangan Berkat Melalui Kawan-Kawan Alumni Baik Para Senior Dan Juga Kolega Serta Junior Yang Menjabat Di Daerah dengan cara mengundang Fernandes Simangunsong untuk membantu menyusun kajian akademis dan juga menjadi narasumber pada setiap Bimtek (Bimbingan Teknis) yang dilakukan. Dari honor yang diberikan itulah, Fernandes Simangunsong mengumpulkannya sedikit demi sedikit untuk akhirnya bisa menyelesaikan studinya di tahun 2014.

(Doc: Foto Satu Angkatan S3 Fernandes Simangunsong)
Cita-cita dari Profesor Muda Fernandes Simangunsong setelah mendapatkan Jabatan Kehormatan sebagai Guru Besar ini adalah “Jika Tuhan mengijikan semua usaha kami yang disertai oleh doa dan usaha (Ora et Labora), Saya berharap sekali semoga Tuhan Mengijinkan Istri saya Ibu Dr. Imelda Hutasoit, S.Kep, M.Kes, AIFo, M.A kiranya bisa juga menjadi Guru Besar STPDN/IPDN Bidang Ilmu Kependudkan yang sama dengan saya di Almamater Tercinta ini”.

Yang kedua, “Jika Tuhan mengijikan, saya selalu berdoa bersama Ibu dan berharap sekali agar semua anak-anak saya, Semua menantu dan juga semua keturunan saya kalau bisa hidupnya sama seperti saya dan Ibu yaitu mengabdikan diri untuk negara menjadi Guru atau Dosen karena kalau jadi dosen itu Pahalanya Banyak, Banyak Muridnya Yang Akan Selalu Mendoakan, Jabatan Fungsional Itu Dua Kaki, Artinya Jika Diminta Negara Untuk Menjadi Pejabat Negara, Atau Duta Besar Atau Eselon I, Maka Bisa Segera Pindah Ke Posisi Tersebut, Namun Setelah Tidak Menjabat Lagi, Maka Bisa Kembali Menjadi Dosen, baru Dosen itu Kerjanya Tenang, Hidup Relatif Awet Muda karena Selalu Bertemu Dengan Orang-Orang Muda Dan Enerjik, Bisa Jalan-Jalan Terus, Banyak Jaringannya Baik Di Dalam Maupun Diluar Negeri, Dan Yang Terpenting Selalu Ada Kesenangan Tersendiri Jika Hasil Pemikirannya Dipakai Dan Dapat Memberikan Kontribusi Bagi Kemajuan Ilmu dan Negara, itu harapan dan doa Kami yang selalu kami sampaikan kepada Tuhan, dan semoga Tuhan mendengar doa kami”

(Doc: Senyum Bahagia Profesor Muda Fernandes Simangunsong bersama Mahasiswanya)

Memang orang mengatakan bahwa pekerjaan menjadi Dosen itu Sengsara karena “Dosen itu selalu disingkat Ngomonge Sak Dos, Duete Sak Sen (Ngomongnya banyak tapi duitnya sedikit)”. Pandangan tersebut tidak bisa disalahkan jika para Dosen tidak total dalam menekuni pekerjaan menjadi dosen. Pekerjaan Dosen itu “Long Life Carrier” dan selalulah berdoa agar diberikan Tuhan berkat yang luar biasa hingga semua dosen bisa tercapai cita-citanya menjadi Guru Besar (Profesor), Karena Guru Besar Itu Adalah Jabatan Yang Paling Tertinggi Sehingga Kadang Jika Disetarakan Di Sistem Kepangkatan Kemiliteran, Sama Levelnya Dengan Jenderal, dan yang paling utama sebagai catatan kenapa Guru Besar itu jabatan yang paling tertinggi? Kita perlu ingat Bapak Presiden kita Keenam “Bapak Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono, diujung kariernya beliau mendapat gelar Guru Besar (Profesor) dari UNHAN (Universitas Pertahanan) dan saat ini beliau juga lebih senang menggunakan Gelar Profesornya daripada Jenderalnya, dan begitu juga Pimpinan Kementerian Dalam Negeri yang saat ini dipimpin oleh “Bapak Tito Karnavian” yang notabene seorang Jenderal dan mantan Kapolri. Kita ketahui, saat ini beliau lebih senang menggunakan gelar profesornya daripada Jenderalnya, begitu juga beberapa pejabat lainnya yang ada di Republik ini, termasuk Wakil Presiden kita saat ini (Prof. Mahruf Amin)”.
Apa Artinya? Ini bukti dan juga menjadi inspirasi bagi kawan-kawan dosen bahwa “Anda Sudah Dijalur Yang Benar, Tinggal Kasih Gas Pool Dan Jangan Kasih Kendor Hingga Bisa Mencapai Puncak Jabatan Kita Yaitu Guru Besar (Profesor)”. Dan bagi kawan-kawan diluar sana yang menganggap kehidupan menjadi dosen adalah pekerjaan yang aman dan nyaman, silahkan mulai dirintis dari sekarang untuk menjadi Dosen Di Kampus Negeri Maupun Swasta yang ada di daerah saudara-saaudara, Jika Saudara-Saudara Tidak Nyaman Di Posisi Struktural, Maka Saudara-Saudaara Dapat Inpashing Ke Posisi Fungsional, semakin cepat semakin baik, sukses dan semangat selalu buat semua saudara-saudara dosen muda disana, GBUs

Terakhir, Profesor Muda Fernandes Simangunsong mengucapkan banyak terima kasih kepada “Profesor Gufron (Dirjen Dikti), Profesor Bunyamin (Direktur Karier Dikti), Ibu Yusni Tarigan (Kasubbid Dikti), Ibu Rumi (Kasi Dikti), Bang Daris (Adc Dirjen), Ibu Nova (Kasi Dikti) dan Ibu Putri (JFU Dikti) serta Pak Menteri Dikbud yang baru, terima kasih banyak untuk bantuannya selama ini, dan mohon maaf sekali kalau selama 7 (tujuh) tahun ini selalu saya ganggu, tak bisa saya membalas kebaikannya, biarlah Tuhan Yang Membalas semua kebaikan Bapak/ibu, Banyak Berkat Kesehatan, Berkat Panjang Umur dan Banyak Berkat Rejeki”.

Buat kawan-kawan dosen yang sedang berjuang dan ingin berselancar untuk memahami link-link yang dimiliki oleh Fernandes Simangunsong untuk persiapan diri saat penilaian untuk menjadi guru besar, dapat belajar dari Link-link beliau dibawah ini :
Google Scholar : (https://scholar.google.co.id/citations?user=4xfx4UIAAAAJ&hl=id&oi=ao)
Orcid : (https://orcid.org/0000-0003-4111-0129),
Publon : (https://publons.com/researcher/1397696/prof-dr-fernandes-simangunsong-sstp-sap-msi/),
Academic Microsoft :
(https://academic.microsoft.com/search?q=fernandes%20simangunsong&qe=%40%40%40Composite(AA.AuN%3D%3D%27fernandes%20simangunsong%27)&f=&orderBy=0),
Researchgate : (https://www.researchgate.net/profile/Fernandes_Simangunsong),
Scopus : (https://www.scopus.com/authid/detail.uri?authorId=57209008049)
Website : (www.fernandessimangunsong.com)

Semoga Link Ini Semua Dapat Membantu Kawan-Kawan Dosen Dan Para Praktisi Ilmu Pemerintahan Yang Ada Di Seluruh Indonesia.

Filed in: Uncategorized

Comments are closed.